Tentu bagi sebagian orang, apalagi
anak-anak kecil usia SD, jajanan di pinggir jalan dan di kantin-kantin
sekolahan sangat menggiurkan. Dihiasi berbagai macam bentuk dan warna-warna
yang menarik seperti gulali, rambut nenek, agar-agar, buah-buahan membuat anak-anak
tidak dapat menahan hasrat untuk mengonsumsinya. Ironisnya, anak-anak yang seharusnya diberikan asupan gizi yang baik justru
diracuni dengan zat-zat berbahaya pada tubuh yang ada pada makanan-makanan
tersebut. Menurut hasil pengawasan BPOM pada tahun 2008 hingga 2010, masih
terdapat 40-44 persen jajanan yang mengandung zat yang berbahaya.
Tidak dapat dipungkiri, pangan jajanan anak sekolah (PJAS) masih diliputi dengan zat-zat berbahaya seperti pemanis buatan, boraks dan formalin, pewarna tekstil. Selain itu, lokasi pedagang menjajakan makanannya bukanlah merupakan tempat yang higenis dengan sistem sanitasi yang baik. Ini mengakibatkan tercemarnya jajanan dengan mikroba.
Untuk mengatasi masalah ini, BPOM telah melakukan uji sampling terhadap jajanan-jajanan di Jakarta dan operasi dengan menggunakan mobil keliling ke sekolah-sekolah, serta penyebaran brosur makanan sehat, pembinaan terhadap orang tua dan guru, dan media promosi lainnya. Dari usaha tersebut, 35 persen jajanan yang tidak memenuhi syarat, berhasil diturunkan menjadi 12 persen pada uji sampling hari ke-100.
Tidak dapat dipungkiri, pangan jajanan anak sekolah (PJAS) masih diliputi dengan zat-zat berbahaya seperti pemanis buatan, boraks dan formalin, pewarna tekstil. Selain itu, lokasi pedagang menjajakan makanannya bukanlah merupakan tempat yang higenis dengan sistem sanitasi yang baik. Ini mengakibatkan tercemarnya jajanan dengan mikroba.
"Pada 2010, masih ada 13,5 persen anak yang mengalami keracunan karena jajanan yang dimakannya," ujar Kepala BPOM Kustantinah dalam seminar yang bertema 'Gizi Lebih, Ancaman Tersembunyi Masa Depan Anak Indonesia'. Namun, setiap tahunnya angka PJAS yang mengandung zat berbahaya mengalami penurunan walaupun tidak signifikan. "Memang ada penurunan tapi tidak signifikan. Kita masih harus menjalankan strategi agar tidak kembali jajanan yang mengandung zat berbahaya," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah ini, BPOM telah melakukan uji sampling terhadap jajanan-jajanan di Jakarta dan operasi dengan menggunakan mobil keliling ke sekolah-sekolah, serta penyebaran brosur makanan sehat, pembinaan terhadap orang tua dan guru, dan media promosi lainnya. Dari usaha tersebut, 35 persen jajanan yang tidak memenuhi syarat, berhasil diturunkan menjadi 12 persen pada uji sampling hari ke-100.
Namun, perlindungan anak dari jajanan bahaya tidak hanya tanggung jawab BPOM.
Karenanya, BPOM bersama dengan Menteri Kesehatan mengajak seluruh lapisan
masyarakat dalam Gerakan nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah Yang Aman Bermutu
dan Bergizi. Orangtua, guru, dan pemerintah bertanggung jawab dalam mengawasi asupan anak.
Sebab, anak adalah generasi muda bangsa. "Merupakan tanggung jawab sebuah
generasi untuk mempersiapkan generasi berikutnya," ujar Menkes Endang
Rahayu Sedyaningsih.
Karena itu, Menkes menganjurkan agar orang tua selalu membekali anak-anak
mereka dengan makanan-makanan bergizi yang enak dan terlihat menarik agar anak
tidak tergiur mengonsumsi jajanan yang belum terjamin kesehatannya. Menkes juga
meminta agar sekolah-sekolah menyediakan kantin-kantin bersih dan sehat untuk anak didik mereka.
by: Div. PTP ( Novita. S)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar