Pada tulisan ini kami ingin
berbagi sepenggal kisah semangat yang memampukan kami tetap berdiri diatas kaki
kami sendiri. Tentu bukanlah bermaksud untuk mebeberkan masalah yang seharusnya
hanya menjadi masalah atau privasi kami, namun saya pikir mungkin ada hal
bermakna yang bisa dipetik dari pengalaman kami.
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada hari sabtu, tanggal 13
April 2013 lalu HMPPI Komisariat Universitas Jambi menyelenggarakan sebuah
kegiatan Seminar Nasional yang mengangkat tema Menuju Kemandirian Pangan Bangsa.
Hingga pada akhir acara semua berjalan lancar, namun hingga sedetik sebelum
acara berakhir masih ada hal yang harus memaksa kami untuk berpikir keras
menyelesaikannya.
Pada bulan februari kepanitiaan acara ini kami bentuk
yang berjumlah 25 orang. Segala hal-hal terkait kami persiapkan dan jujur saja
semuanya amat sangat besar konsep yang kami rancang. Dari kondisi kami dan juga
dengan jumlah kami yang hanya sedikit memang terlalu besar semuanya untuk kami,
namun kami selalu berpandangan kami hanya perlu berani melakukan semua itu. Dan
untuk tahap ini, kami sudah berani memutuskan untuk menjalankan semua konsep
yang kami rancang.
Tanpa bermaksud untuk memotong cerita sekitar seminggu
sebelum acara yang merupakan waktu-waktu yang sangat urgensi untuk acara yang
akan segera tiba, segala sesuatupun seolah-olah berlomba berteriak untuk segera
diselesaikan. Disinilah inti dari kisah kami. Hingga beberapa hari sebelum acara,
dari sekian banyak proposal yang masukkan ke berbagai instansi bahkan juga
fakultas, tak satupun yang memberikan angin segar. Disisi lain dana kepanitiaan
kami masih minus, sementara hal-hal lain sudah menunggu dan memang harus segera
diselesaikan tanpa bisa berspekulasi apapun untuk menghindarinya sementara
waktu saja. Semua benar-benar mengaharuskan kami berpikir keras harus melakukan
apa.
Hingga beberapa hari sebelum acara, tepatnya 2 hari hari sebelum
kegiatan, masih lebih banyak dana yang kami butuhkan dibanding dana yang
tersedia, namun tak sedikitpun mengurangi semangat kami untuk terus berjuang.
Dalam sebuah kesempatan kami menyempatkan untuk berkumpul membahas solusi untuk
masalah ini. Dalam hal ini sudah mulai terlihat kepasrahan diwajah-wajah
panitia, hingga secara tiba-tiba Hanifah selaku ketua panitia saat itu
menyebutkan sebuah kalimat “Ya udahlah,
bg kita kepegadaian aja” entah ini sebuah candaan atau hal apapun,
entahlah, tapi kalimat ini memang seolah—olah menjadi satu-satunya jalan untuk
masalah ini.
Keesokan harinya adalah waktu untuk GR, dan kami sepakat
menjadwalkannya pada pukul 14.00. Sebelum menjelang waktu tersebut saya dan
ketua panitia memanfaatkan waktu tersebut untuk beberapa hal, yaitu reservasi
hotel untuk narasumber. Dan seperti kalimat yang terucap sehari sebelum acara
kami pun mencoba peruntungan berharap pegadaian akan mengatasi masalah kami
tanpa masalah, seperti kalimat yang selalu kita lihat dipegadaian. Namun,
tidaklah seperti yang kami harapkan, masalah kami sepertinya belum rela
meninggalkan kami, karna dipegadaian semua tidak seperti yang kami harapkan,
dikarenakan persyaratan dan beberapa prosedur yang tidak sesuai, kamipun harus
rela kembali dengan tangan kosong. Pada perjalan menuju kampus, sembari melihat
pinggiran jalan kota Jambi yang kami lalui, teramat berat rasanya kepala ini,
bahkan seakan-akan tak mampu untuk mengangkatnya sehingga hanya bisa membuat
tertunduk. Kali ini benar-benar mentok sudah, tak ada lagi alternatif
penyelesaian masalah. Dan yang teramat sangat membuat dongkol sore hari kami
masih harus menyewa sound system dan mempersiapkan fee untuk MC menyiapkan dana
untuk konsumsi peserta dan hal lain-lain, sementara dana sudah Rp. 0 bahkan
mungkin minus barangkali.
Malam sebelum acara saya menyempatkan diri mengunjungi
adik-adik panitia yang sedang sibuk mempersiapkan konsumsi pada esok hari.
Sepertinya semangat yang tak sedikitpun memudar dari diri mereka, melihat
senyum2 yang indah terukir dibibir mereka serta canda tawa yang tidak terlepas
dari sela—sela aktivitas mereka. Sepanjang hari hingga malam saya tak
henti-hentinya memikirkan, apa yang salah dalam semua ini, hingga bisa seperti
ini, karna jujur saja melihat keadaan, 90% benar-benar memaksa kami untuk
menghentikan kegiatan ini. Mulai dari dosen-dosen yang berikan protes tidak
jelas, orang-orang yang menyangkal, dan hal paling vital masalah dana. Saya
mencoba memaknai segalanya, hingga membuat saya mengerti satu hal yang kami
alami. Kami bukan gagal untuk hal ini, hanya belum seperti yang kami rencanakan
dan hal terpenting lagi adalah bukalah bagaimana agar kegiatan ini sukses
seperti yang kami rencanakan yang harus kami perjuangkan tapi ketika
kami sudah berani membuat keputusan beberapa bulan lalu, maka kami harus berani
mengakhirinya dengan sebaik-baiknya dari kemampuan kami bukan berlari dari masalah atau bersembunyi
untuk semata-mata melindungi diri prinsip inilah yang saya coba
sampaikan kerekan-rekan saya untuk memaksimalkan kemampuan yang ada pada
kesempatan yang tersisa.
Keesokan harinya adalah hari H kegiatan, sebagaimana
kegiatan pada umumnya peserta mulai berdatangan dan juga narasumber,
dosen-dosen dan bahkan tamu kehormatan yang pada saat itu adalah BPOM Jambi dan
SPI Jambi. Hal yang membuat mata saya berbinar salah satunya adalah bisa
kembali melihat jas almamater kuning cerah yang dikenakan rekan-rekan HMPPI
Komisariat Universitas Sriwijaya, Palembang (terimakasih untuk rekan2 HMPPI
Unsri). Hingga pada penghujung waktu acarapun berakhir. Saya benar-benar sulit
mengatakan apakah yang barusan terjadi pada kegiatan yang kami selenggarakan???
Tapi aku mengerti semua adalah keajaiban yang diijinkan Tuhan terjadi, karena
acara berjalan lancar dan cukup meriah bahkan sangat jauh lebih baik dibanding
acara serupa yang sebelumnya pernah kami selenggarakan, barangkali juga
pengaruh dari MC yang sangat menarik, dan pinter untuk menghidupkan suasana,
sehingga acara berjalan tanpa kekosongan yang membuat seolah-olah tidak sadar
kalau acara sudah berakhir (tx, mbak Snova Senja).
Setelah kegiatan berakhir, seperti biasa kami melakukan
evaluasi setelah makan siang bersama panitia dan juga rekan-rekan HMPPI Komsat
Unsri. Dalam bundaran yang kami bentuk saya memperhatikan satu/persatu wajah
dari rekan-rekan yang sebagian terlihat tampak lelah. Saya menyadari semakin
hari pemikiran-pemikiran kritis sudah mulai terbangun dalam diri mereka,
melihat ketelitian mereka menyampaikan point-point yang harus kami evaluasi.
Diakhir evaluasi, kami harus ditantang unjuk loyalitas. Karena masih ada dana
yang harus kami selesaikan, kamipun sepakat untuk saling bergandengan tangan
menyelesaikannya. Dan tentu saja masalah itu memang terselesaikan, tidak lagi
seperti awalnya yang kami beranggapan tidak ada jalan lagi. Pada tahap ini saya
mengatakan bahwa kami sudah sukses mengakhiri yang kami mulai dengan
sebaik-baiknya kemampuan kami.
Hal yang mungkin banyak orang tidak mengerti, mungkin
banyak orang berpikir kami mudah melakukannya, namun tidaklah demikian,
semangat kamilah yang mudah kami tumbuhkan. Jika melihat keadaan dikomsat kami
jujur saja mungkin belum satupun program kerja yang bisa terelaisasi. Namun
dengan semangat dan loyalitas yang luar biasa memampukan kami untuk merangkak
hingga pada kegiatan ini. Jika ada pepatah yang mengatakan bila tak sanggup lagi berdiri, merangkak sajalah dan itulah yang
kami lakukan dari awal kepengurusan kami terbentuk. Terkadang saya sendiri
merasa iri bila mendengarkan teman-teman komsat lain bercerita bagaimana
masing-masing ditempat mereka, mulai dari adanya dana bantuan, relasi dari
dosen yang mempermudah segala urusan yang harus diselesaikan, sementar kami, kami
harus merangkak diatas tangan dan kaki kami sendiri. Hingga saat ini
beberapa kegiatan yang kami selenggarakan atau kami ikuti, jujur saja tidak ada
sedikitpun bantuan yang kami peroleh baik dari fakultas ataupun universitas
dalam bentuk apapun. Namun dalam keorganisasian kami, kami memliki sebuah pesan
yang ingin kami sampaikan kepada sebanyak-banyaknya masyarakat Indonesia bahwa “Permasalahan
Pangan Adalah Permasalahan Seluruh Masyarakat Indonesia” dengan harapan
akan membuat mereka yang mendapat pesan kami turut peduli mencari atau menjadi
solusi akan pangan bangsa ini.
Semoga tulisan ini bisa menginspirasi dan mohon maaf jika
ada kesalahan. Mari menjadi pemuda yang menapakkan kaki dibarisan terdepan
untuk perubahan bangsa Indonesia.
Salammmmm....
Peduli, Nyata, Berkelanjutan
Ara Sirait (Co. Lso. HMPPI Komsat
Univ. Jambi)