Selasa, 30 April 2013

Semangat Kami Adalah Tongkat Yang Memampukan Kami Berdiri Diatas Kaki Sendiri



            Pada tulisan ini kami ingin berbagi sepenggal kisah semangat yang memampukan kami tetap berdiri diatas kaki kami sendiri. Tentu bukanlah bermaksud untuk mebeberkan masalah yang seharusnya hanya menjadi masalah atau privasi kami, namun saya pikir mungkin ada hal bermakna yang bisa dipetik dari pengalaman kami.
            Beberapa waktu lalu, tepatnya pada hari sabtu, tanggal 13 April 2013 lalu HMPPI Komisariat Universitas Jambi menyelenggarakan sebuah kegiatan Seminar Nasional yang mengangkat tema Menuju Kemandirian  Pangan Bangsa. Hingga pada akhir acara semua berjalan lancar, namun hingga sedetik sebelum acara berakhir masih ada hal yang harus memaksa kami untuk berpikir keras menyelesaikannya.
            Pada bulan februari kepanitiaan acara ini kami bentuk yang berjumlah 25 orang. Segala hal-hal terkait kami persiapkan dan jujur saja semuanya amat sangat besar konsep yang kami rancang. Dari kondisi kami dan juga dengan jumlah kami yang hanya sedikit memang terlalu besar semuanya untuk kami, namun kami selalu berpandangan kami hanya perlu berani melakukan semua itu. Dan untuk tahap ini, kami sudah berani memutuskan untuk menjalankan semua konsep yang kami rancang.
            Tanpa bermaksud untuk memotong cerita sekitar seminggu sebelum acara yang merupakan waktu-waktu yang sangat urgensi untuk acara yang akan segera tiba, segala sesuatupun seolah-olah berlomba berteriak untuk segera diselesaikan. Disinilah inti dari kisah kami. Hingga beberapa hari sebelum acara, dari sekian banyak proposal yang masukkan ke berbagai instansi bahkan juga fakultas, tak satupun yang memberikan angin segar. Disisi lain dana kepanitiaan kami masih minus, sementara hal-hal lain sudah menunggu dan memang harus segera diselesaikan tanpa bisa berspekulasi apapun untuk menghindarinya sementara waktu saja. Semua benar-benar mengaharuskan kami berpikir keras harus melakukan apa.
            Hingga beberapa hari sebelum acara, tepatnya 2 hari hari sebelum kegiatan, masih lebih banyak dana yang kami butuhkan dibanding dana yang tersedia, namun tak sedikitpun mengurangi semangat kami untuk terus berjuang. Dalam sebuah kesempatan kami menyempatkan untuk berkumpul membahas solusi untuk masalah ini. Dalam hal ini sudah mulai terlihat kepasrahan diwajah-wajah panitia, hingga secara tiba-tiba Hanifah selaku ketua panitia saat itu menyebutkan sebuah kalimat “Ya udahlah, bg kita kepegadaian aja” entah ini sebuah candaan atau hal apapun, entahlah, tapi kalimat ini memang seolah—olah menjadi satu-satunya jalan untuk masalah ini.
            Keesokan harinya adalah waktu untuk GR, dan kami sepakat menjadwalkannya pada pukul 14.00. Sebelum menjelang waktu tersebut saya dan ketua panitia memanfaatkan waktu tersebut untuk beberapa hal, yaitu reservasi hotel untuk narasumber. Dan seperti kalimat yang terucap sehari sebelum acara kami pun mencoba peruntungan berharap pegadaian akan mengatasi masalah kami tanpa masalah, seperti kalimat yang selalu kita lihat dipegadaian. Namun, tidaklah seperti yang kami harapkan, masalah kami sepertinya belum rela meninggalkan kami, karna dipegadaian semua tidak seperti yang kami harapkan, dikarenakan persyaratan dan beberapa prosedur yang tidak sesuai, kamipun harus rela kembali dengan tangan kosong. Pada perjalan menuju kampus, sembari melihat pinggiran jalan kota Jambi yang kami lalui, teramat berat rasanya kepala ini, bahkan seakan-akan tak mampu untuk mengangkatnya sehingga hanya bisa membuat tertunduk. Kali ini benar-benar mentok sudah, tak ada lagi alternatif penyelesaian masalah. Dan yang teramat sangat membuat dongkol sore hari kami masih harus menyewa sound system dan mempersiapkan fee untuk MC menyiapkan dana untuk konsumsi peserta dan hal lain-lain, sementara dana sudah Rp. 0 bahkan mungkin minus barangkali.
            Malam sebelum acara saya menyempatkan diri mengunjungi adik-adik panitia yang sedang sibuk mempersiapkan konsumsi pada esok hari. Sepertinya semangat yang tak sedikitpun memudar dari diri mereka, melihat senyum2 yang indah terukir dibibir mereka serta canda tawa yang tidak terlepas dari sela—sela aktivitas mereka. Sepanjang hari hingga malam saya tak henti-hentinya memikirkan, apa yang salah dalam semua ini, hingga bisa seperti ini, karna jujur saja melihat keadaan, 90% benar-benar memaksa kami untuk menghentikan kegiatan ini. Mulai dari dosen-dosen yang berikan protes tidak jelas, orang-orang yang menyangkal, dan hal paling vital masalah dana. Saya mencoba memaknai segalanya, hingga membuat saya mengerti satu hal yang kami alami. Kami bukan gagal untuk hal ini, hanya belum seperti yang kami rencanakan dan hal terpenting lagi adalah bukalah bagaimana agar kegiatan ini sukses seperti yang kami rencanakan yang harus kami perjuangkan tapi ketika kami sudah berani membuat keputusan beberapa bulan lalu, maka kami harus berani mengakhirinya dengan sebaik-baiknya dari kemampuan kami bukan berlari dari masalah atau bersembunyi untuk semata-mata melindungi diri prinsip inilah yang saya coba sampaikan kerekan-rekan saya untuk memaksimalkan kemampuan yang ada pada kesempatan yang tersisa.
            Keesokan harinya adalah hari H kegiatan, sebagaimana kegiatan pada umumnya peserta mulai berdatangan dan juga narasumber, dosen-dosen dan bahkan tamu kehormatan yang pada saat itu adalah BPOM Jambi dan SPI Jambi. Hal yang membuat mata saya berbinar salah satunya adalah bisa kembali melihat jas almamater kuning cerah yang dikenakan rekan-rekan HMPPI Komisariat Universitas Sriwijaya, Palembang (terimakasih untuk rekan2 HMPPI Unsri). Hingga pada penghujung waktu acarapun berakhir. Saya benar-benar sulit mengatakan apakah yang barusan terjadi pada kegiatan yang kami selenggarakan??? Tapi aku mengerti semua adalah keajaiban yang diijinkan Tuhan terjadi, karena acara berjalan lancar dan cukup meriah bahkan sangat jauh lebih baik dibanding acara serupa yang sebelumnya pernah kami selenggarakan, barangkali juga pengaruh dari MC yang sangat menarik, dan pinter untuk menghidupkan suasana, sehingga acara berjalan tanpa kekosongan yang membuat seolah-olah tidak sadar kalau acara sudah berakhir (tx, mbak Snova Senja).
            Setelah kegiatan berakhir, seperti biasa kami melakukan evaluasi setelah makan siang bersama panitia dan juga rekan-rekan HMPPI Komsat Unsri. Dalam bundaran yang kami bentuk saya memperhatikan satu/persatu wajah dari rekan-rekan yang sebagian terlihat tampak lelah. Saya menyadari semakin hari pemikiran-pemikiran kritis sudah mulai terbangun dalam diri mereka, melihat ketelitian mereka menyampaikan point-point yang harus kami evaluasi. Diakhir evaluasi, kami harus ditantang unjuk loyalitas. Karena masih ada dana yang harus kami selesaikan, kamipun sepakat untuk saling bergandengan tangan menyelesaikannya. Dan tentu saja masalah itu memang terselesaikan, tidak lagi seperti awalnya yang kami beranggapan tidak ada jalan lagi. Pada tahap ini saya mengatakan bahwa kami sudah sukses mengakhiri yang kami mulai dengan sebaik-baiknya kemampuan kami.
            Hal yang mungkin banyak orang tidak mengerti, mungkin banyak orang berpikir kami mudah melakukannya, namun tidaklah demikian, semangat kamilah yang mudah kami tumbuhkan. Jika melihat keadaan dikomsat kami jujur saja mungkin belum satupun program kerja yang bisa terelaisasi. Namun dengan semangat dan loyalitas yang luar biasa memampukan kami untuk merangkak hingga pada kegiatan ini. Jika ada pepatah yang mengatakan bila tak sanggup lagi berdiri, merangkak sajalah dan itulah yang kami lakukan dari awal kepengurusan kami terbentuk. Terkadang saya sendiri merasa iri bila mendengarkan teman-teman komsat lain bercerita bagaimana masing-masing ditempat mereka, mulai dari adanya dana bantuan, relasi dari dosen yang mempermudah segala urusan yang harus diselesaikan, sementar kami, kami harus merangkak diatas tangan dan kaki kami sendiri. Hingga saat ini beberapa kegiatan yang kami selenggarakan atau kami ikuti, jujur saja tidak ada sedikitpun bantuan yang kami peroleh baik dari fakultas ataupun universitas dalam bentuk apapun. Namun dalam keorganisasian kami, kami memliki sebuah pesan yang ingin kami sampaikan kepada sebanyak-banyaknya masyarakat Indonesia bahwa “Permasalahan Pangan Adalah Permasalahan Seluruh Masyarakat Indonesia” dengan harapan akan membuat mereka yang mendapat pesan kami turut peduli mencari atau menjadi solusi akan pangan bangsa ini.
            Semoga tulisan ini bisa menginspirasi dan mohon maaf jika ada kesalahan. Mari menjadi pemuda yang menapakkan kaki dibarisan terdepan untuk perubahan bangsa Indonesia.
Salammmmm....
Peduli, Nyata, Berkelanjutan

Ara Sirait (Co. Lso. HMPPI Komsat Univ. Jambi)